Dulu sebelum sakit, Gadia adalah bintang dimanapun dia berada. Semua orang dikasih senyum. Kalau lebih beruntung, kita bisa dapat teriakan gemes (squeal in delight) atau ketawa. Di supermarket, di food court, di MRT, di jalan, di antrian imigrasi Singapura. Di mana-mana. Yang paling berkesan waktu ulang tahun yangkung, 1 Juli 2006. Kita makan di Ikan Bakar Cianjur di Cipete. Saat itu, Gadia selalu tersenyum digendong siapapun. Digendong yangkung, yangti, opung, mbak Sul, mbak Ike dan alm. Yangyut, senyummm terus. Foto-foto penuh dengan senyuman Gadia. Sebenarnya waktu Gadia sudah sakit dan pulang dirawat di NUH, Gadia masih tetap sering senyum. Memang sejak pulang dari RS, Gadia hanya mau digendong mama atau papa. Kalau mama titip ke orang lain dan sementara mama melakukan hal yang nggak bisa dilakukan kalau sambil gendong Gadia, dia pertamanya nangis dan marah. Nanti kalau mama datang dan ambil Gadia dari orang tersebut, Gadia akan berbalik ke orang tadi (misalnya yangti atau opung) dan memberi senyuman yang manis sekali. Kata papa itu „hadiah hiburan“. Seolah Gadia berkata, „Jangan sedih, aku hanya kangen mamaku, koq.“
Makin lama Gadia makin jarang senyum. Hanya kalau benar-benar lucu aja dia mau senyum, apalagi ketawa. Kalau habis ditinggal mama, lalu mama datang, nangisnya bisa langsung diam. Tapi tak ada lagi senyum untuk orang yang menjaganya selama mama pergi. Untuk bikin Gadia senyum, mama harus ekstra usaha. Misalnya cium2 seluruh tubuhnya, mainin lidah mama keluar masuk sampai Gadia berusaha meraih lidah mama, main ciluk-ba yang harus seru banget, main muka di kaca, dll. Baru deh Gadia mau senyum.
Kira-kira 2 minggu terakhir sebelum Gadia pergi, mukanya serius dan sering cemberut. Ya, mungkin menahan rasa sakit yang luar biasa. Walaupun main seru, tapi mukanya serius banget kayak berpikir. Kalau jalan pagi mukanya pasti bete. Kalau mama berhenti sebentar dorong strollernya, dia pasti marah. Digodain orang-orang yang berkomentar akan kakinya yang naik ke atas (gaya boss banget deh), dia cuek aja. Kira-kira sejak tanggal 30 November Gadia sudah pelit banget senyum. Esoknya Gadia terbangun pukul 2 pagi dan pupup. Habis itu dia susah sekali mau tidur lagi. Ditaro salah, digendong salah. Akhirnya mama ngantuk, mama baringkan Gadia disebelah mama. Akhirnya tertidur sendiri. Hari minggunya, tanggal 3 Desember, itulah kali pertama mama perhatikan Gadia lemas. Kalau digendong, kepalanya disenderkan ke dada mama. Walaupun pagi dan siangnya Gadia masih semangat main. Kita duduk di depan pintu main semut-semut sampai opung dan ato datang.
Beberapa hari kemudian, Selasa atau Rabu, baru Gadia mau senyum lagi. Walau nggak lebar. Mama pasang batere baru untuk Elmo dan Classical stacker. Jadi bisa bunyi lagi, nyaring lagi. Dia sempat senyum deh pas main-main di ruang tv di atas karpet cokelat.
Hari Kamis tanggal 7 Desember, sebelum malam harinya Gadia kita bawa ke UGD RS Harapan Kita, Gadia udah cemberut seharian. Paginya kita jalan ke Blok L. Mama senang dan bilang, “Wah, asik Gad, kita punya rute jalan pagi baru nih. Daripada di Blok M terus kan bosan.“ Tanpa mama mengira, itu adalah jalan pagi terakhir bersama Gadia. Hari itu, tidak seperti hari-hari biasa, mama bawa bekal air putih di gelas Sesame Street hijau. Dan Gadia seneng banget dikasih air putih. Biasanya kalau dikasih susu promil di gelas Magmag, dia bakal protes bisa sampai teriak-teriak.
Sol sepatu
Seusai mandi pagi, ada tukang sol sepatu lewat. Tukangnya bakal berteriak, „Sol se-pa-tuuk“ dengan nada yang lucu. Apalagi penekanan di suku kata „tuuk“nya. Mama tiruin aja suara tukang itu dengan ekspresi dibuat-buat dan maksimal. Eh, Gadia senyum sedikit. Mama girang banget, karena udah berhari-hari Gadia nggak senyum selain waktu main sama Elmo. Itu juga hanya sekilas. Mama umumkan ke yangti, mbak Sul dan mbak Ike kalau Gadia senyum gara-gara tukang sol sepatu.
Main lidah di depan kaca
Kamis sore kita ke RS Puri Cinere untuk ke dokter ahli pencernaan. Karena Gadia selalu menjerit kesakitan setiap ngeden dan kentut. Tapi di sana disarankan untuk ke dokter anak dulu. Karena praktiknya baru malam, mama dan yangti memutuskan untuk pergi ke Klinik Anakku saja, nggak jauh dari RS tersebut. Lepas dari ruang praktik dr. Irawan, saat itu sudah magrib. Yangti sholat duluan di musholla. Mama pakaikan Gadia jaket putih I love my mommy karena hujan lebat dan dingin sekali. Sambil gendong Gadia, mama dan Gadia sama-sama menghadap kaca yang besar. Mama mainin lidah mama keluar masuk. Eh, nggak disangka, Gadia tersenyum manis. Itulah senyum terakhir Gadia untuk mama di dunia ini.
Senyum terakhir untuk suster Nita, opso, yangti dan opung
Jumat malam tanggal 8 Desember, malam pertama di intermediate ward anak. Mama yang jaga malam sendiri di dalam. Papa di luar, tidur di tempat tidur bekas ICU yang diletakkan begitu saja di lorong. Gadia nggak bisa tidur sama sekali. Setiap ditaro, dia bangun. Jadi mama gendong. Tapi kalau digendong, nggak lama dia juga marah minta ditaro. Terus begitu sampai esok harinya (Sabtu, 9 Desember). Dokter jaga bingung. Bolak-balik meriksa pakai stetoskop, tetep nggak tau kenapa. Suster Nita yang jaga malam itu, akhirnya berinisiatif kasih air putih. Ditaro di dalam botol pakai dot. Seumur-umur itulah pertama kali Gadia menghisap dot. Gadia senang sekali dan minum banyak. Sesudahnya, suster Nita dikasih hadiah senyuman. Lumayan lebar. Mama sampai cemburu. Suster Nita senang bukan main.
Hari Sabtu 9 Desember dan Minggu 10 Desember, banyak yang besuk hari itu. Ada yangde Win-yangde Koko, yangtante Rina-yangom Bud, yangtante Upi- yangom Yoni, opso, oma, mama Walesa, tante Gustya-om Ical, tante Wulan-om Charlie, tante Emi, om Nando, tante Lita-om Ulya, dll. Wah, mama lupa mana yang besuk hari Sabtu, mana yang Minggu.
Sampai malam, opso n the gank masih ada di dalam ruangan. Mama udah gelisah, kasian Gadia kan mau istirahat, mama mau peres ASI, takut ada penyebaran infeksi, dll. Sebel banget. Suster juga nggak ngusir-ngusir. Tapi mama diluar keasikan ngobrol juga sama tante Wulan cs. Waktu mama masuk, Gadia lagi dikasih makan. Konon kabarnya Gadia sempat senyum manis ke opso, waktu opso kasih makan. Wah, mama ketinggalan.
Hari Minggu itu, Yangtante Rina kasih hadiah dengan bungkusan biru i-baby berupa gajah biru Infantino, yang kalau ditarik gantungannya, bisa bergetar sendiri. Mainan bayi banget, sebenernya (birth and up), tapi Gadia kayaknya suka. Warnanya biru sih. Kira-kira hari Senin atau Selasa, Yangti mainin si gajah biru. Eh, lagi-lagi nggak disangka, Gadia senyum. Waaaahhh senangnya bukan main. Walaupun lemas dan tergolek lemah di tempat tidur, tapi dia masih mau senyum.
Senyum terakhirnya dihadiahkan untuk opung. Hari Rabu siang, kita sudah dipindahkan ke ruang isolasi. Mama lupa kenapa Gadia bisa tiba-tiba senyum ke opung. Tapi cukup jelas kok, dia senyum manis ke opung. Habis itu, mama nggak pernah liat Gadia senyum lagi. Kecuali dalam mimpi (lihat „Satu detik dalam mimpi mama).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment